Pages

Saturday, August 25, 2012

Adik manis penebus dosa

Suara klakson kapal feri mengagetkanku. Hari terlihat cerah, dan ombak pun terlihat bersahabat. Namun tidak banyak kendaraan yang masuk kapal waktu itu. Aku duduk di tempat khusus penumpang di lantai 2. Penumpang kapal pun tidak terlalu berjejal. Masih ada beberapa bangku kosong. 

Kapal feri yang aku naiki hanya punya 1 lantai khusus penumpang. Sedang di lantai 3 tempat bagi nahkoda beserta para kru. Lantai 2 selain untuk penumpang, juga ada kantin di belakangku. Dan jauh di depan sana ada toilet umum. Namanya juga toilet umum, baunya minta ampun. Aku yang duduk jauh di belakang masih menghirup sisa2 kencing para penumpang yang tidak disiram. Makanya aku tidak pernah suka di tempat ini. Lebih baik di lantai 3, walaupun anginnya kenceng, setidaknya udara segar yang kuhirup. 

Tidak lama setelah kapal berangkat, terlihat seseorang berdiri di depan dan berkata seraya berteriak, “Selamat datang bagi para penumpang. Saya disini ingin memperkenalkan buku2 bagi anak bapak/ibu sekalian. Buku ini sangat cocok sebagai oleh2 ataupun hadiah bagi anak, ponakan, atau cucu bapak/ibu sekalian. Buku yang ingin saya tawarkan diantaranya, buku Cerita Rakyat Indonesia, buku Belajar Bahasa Inggris, ada juga buku saku kamus bahasa Inggris-Indonesia, dan banyak lagi. Harganya cuma Rp.15.000,-. Klo bapak/ibu membeli buku ini, akan saya kasi sebuah hadiah, satu buah tas kresek...gratis. Silakan dilihat-lihat dulu. Klo ada yang cocok silakan membeli.”. Penjual itu berjalan dari depan ke belakang menuju arahku sambil membagikan buku2nya untuk dilihat para calon pembeli. 

Selang beberapa menit, ada seorang “adik manis” yang dari tadi berdiri dibelakang penjual buku, dan membawa setumpuk amplop berwarna putih. Adik tersebut sepertinya sedang menunggu giliran untuk memasarkan dagangannya, berupa “sedikit bekal untuk di akhirat nanti”. Ia berjalan dari depan ke belakang sambil memberikan satu buah amplop untuk satu penumpang. Para penumpang pun seperti sudah mengerti maksud dan tujuan pemberian amplop tersebut, tanpa ada kata pengantar dari si “adik manis”. 

Usia adik itu mungkin sekitar 15-17 tahun. Terlihat anggun dengan jilbab coklat tua, dan sebuah hiasan kecil berupa rantai silver dengan beberapa bandul, tergantung di samping jilbab coklatnya. Memakai kaos coklat lengan panjang dengan bawahan jeans. Diantara semua orang yang ada di ruang penumpang saat itu, cuma adik itu yang menarik perhatianku.

Aku masih sibuk dengan buku memoku. Berusaha menulis sebuah kejadian yang aku alami saat ada di bis sebelumnya. Dan kebetulan, aku duduk sendirian di belakang, yang tidak di beri buku untuk dilihat, ataupun sebuah amplop untuk ku isi. Mungkin karena aku terlihat sebagai calon pembeli yang buruk, dan seseorang  dengan dosa segudang, sehingga berapapun kuisi amplop tersebut tidak akan berguna. Entahlah, yang jelas pandanganku masih tertuju pada “Adik manis penebus dosa”.

Wednesday, August 22, 2012

Seniman Jalanan


Suatu ketika, di dalam bis jurusan  "Jember - Denpasar".

2 orang pengamen sedang mempertontonkan keahliannya dalam mengolah lagu "bagus" menjadi lagu "Fales". Setelah selesai dengan aksinya, ia pun mulai berjalan dari depan bis ke belakang sambil memegang sebuah topi terbalik, sementara seorang lagi asyik dengan lagu pop Indonesia yang telah diaransement ulang entah oleh siapa. Yang jelas bukan oleh Erwin Gutawa, karena lirik, vokal, dan musiknya " gak tepak blazzz...".

Pengamen 1 : "Permisi mas, ngamen...!!!", kepada seorang penumpang.

Seperti sebuah kalimat sakti, penumpang tersebut langsung merogoh kantongnya dan mengambil sebuah uang Rp. 1.000,- untuk diberikan kepada si pengamen. Demikian seterusnya, kalimat itu telah menyihir banyak penumpang dalam bis. Ada yang ngasi uang kertas, tapi ada pula yang ngasi uang receh.

Akhirnya, si pengamen sampai di depanku.

Pengamen 1 : "Permisi mas, ngamen...!!!".

Aku mulai merogoh kantong celana dan menemukan sebuah uang receh Rp. 200,-

Aku : "Berdua mas, sama temenku...!!!", sambil menunjuk temanku yang duduk tepat di sebelahku.

Pengamen 1 : "Mas..mas, masak Rp.200,- buat berdua...!!!"

Aku : "Sory mas, gak ada lagi...".

Pengamen 1 : "Alah mas..mas. Klo gitu minta rokoknya...!!!", yang kebetulan saat itu aku memang sedang merokok.

Aku : "Aduh sory mas, tinggal 1 ini", sambil menunjukkan rokok di tanganku yang tinggal separo.

Pengamen 1 : "Wis...wis", dengan wajah tak terima ia pun pergi ke belakang bis mencari korban2 selanjutnya.

Sebenarnya, uang recehku banyak. Memang sengaja aku sisakan untuk para pengamen2 lainnya, yang nanti pasti ada lagi. Bagi2 rejeki lah, masak aku habiskan semua buat 1 pengamen. Ngamennya udah gak niat, asal nyanyi, suaranya fales gak karuan.

Sebenarnya juga, rokokku masih banyak. Tapi karena ia tidak meminta dengan sopan, jadi aku bilang aja udah habis.

Dalam perjalanan dari Jember ke Banyuangi, cuma sedikit pengamen yang benar2 mendedikasikan diri dengan pekerjaannya. Biasanya klo ada pengamen yang berdedikasi, suaranya pas, gitarannya juga gak asal bunyi, tidak segan aku merogoh dompet dan mengambil uang Rp.1.000,-. Klo yang gak niat, aku kasi Rp.100,- udah syukur.

Kemana para pengamen yang katanya "Seniman jalanan".

Sunday, August 19, 2012

Seandainya saja...

Seandainya saja...

Sebuah kata yang sering ku pakai jika sedang menyesali sesuatu hal. Suatu kejadian di masa lampau, yang mungkin saja memiliki hasil yang berbeda saat ini, "seandainya saja" sikapku berbeda pada saat itu.

Seandainya saja...

Sebuah kata yang sangat kuat, bisa bersifat +/-, tergantung tingkat kewarasan otakku dalam mencernanya. Tapi kata tersebut bukan faktor utama atas perubahan sikap dan pandanganku saat ini. Tetap, roda kehidupan yang senantiasa selalu berputar yang akan menyadarkanku atas kesalahan2 yang telah kuperbuat.

Pengalaman mengajarkan, sikap dan cara pandang kita terhadap dunia akan berubah saat kita berada di titik tertinggi/terendah dari roda kehidupan.