Pages

Monday, November 3, 2014

Mas Dino

Hari sudah malam. Mungkin sekitaran jam 9an. Soalnya masih banyak sepeda dan mobil lalu lalang di jalan. Dan seperti malam2 sebelumnya, aku menghabiskan waktu di warung "emak". Warung pinggir 'jalan mastrip', yang cuma memiliki menu kopi dan gorengan. Dan itu sudah menjadi rutinitasku tiap malam semenjak aku di jember.

Yang membuatku terkejut malam itu adalah, kakak2 angkatan yang telah lulus berkumpul semua di sana. Mulai dari mas Fonda, mas Yuska, mas Adit, dan banyak lagi mas2 angkatan atas, termasuk ada Doni. Tapi, yang paling membuat aku terkejut adalah, di sana ada mas Dino, yang aku tau, beliau sudah almarhum. Aku sampai berpikir, "apa karena ada mas Dino di sini akhirnya mas2 semua berkumpul". Tidak ada rasa takut, hanya penasaran.

Terakhir aku ketemu mas Dino, kisaran tahun 2012 - 2013, sudah hampir 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih ngontrak di perumnas Patrang. Saat itu, kondisi mas Dino menurut pandanganku membuatku miris. Sorot matanya bukan lagi sorot mata mas Dino yang aku kenal dulu. Semangat di sorot matanya telah redup.

Yang paling aku ingat dari mas Dino adalah postur tubuhnya yang besar. Cocok dengan namanya, "Dino(saurus)"..hahaha..!!! Dan, mas Dino selalu berbicara lembut saat menasehati adek2nya. Walaupun sesekali omongan jorok sering keluar dari mulutnya. Apalagi dengan sesama sesepuh Lisma. Ajur..ajur pokok'e... Parah..!!

Nah, kemarin malam aku kembali melihat mas Dino di warung emak bersama dengan mas2 yang lain. Postur tubuhnya tetap, besar, namun dengan kulit yang lebih putih. Memakai kaos putih, dan sepertinya dengan celana pendek.

"Lho mas, kok ono ng kene?", tanyaku heran.

"Iyo, iki nyambangi arek2", dia pun tersenyum padaku.

Setelah duduk di sebelah mas Dino, aq langsung pesan kopi, "Mak, kopi siji". Dan tepat di sebelah kiriku adalah mas Fonda. Di depan kananku, ada mas Adit, Doni, dan mas2 lainnya yang kurang jelas aku ingat, dan mas Yuska berdiri paling pojok.

Mereka bertingkah seperti tidak ada apa2. Padahal, aku dan mas2 yang lain tau klo mas Dino sudah almarhum kurang lebih 1 tahun yang lalu. Akhirnya, aku pun bersikap seperti tidak tau menau.

"Lapo sampean kok sek ng kene mas? Ono urusan sing gurung mari ta?", aku coba memancing pembicaraan. Aku bertanya seperti itu, dengan asumsi bahwa mas Dino kembali ke dunia karena masih ada urusan yang belum selesai. Mungkin pengaruh film2 hantu kali ya..

"Yo enggak tik", jawab mas Dino singkat.
"Trus lapo sampean ng kene lek gnok urusan", aku mulai memaksa mas Dino untuk memberikan alasan kedatangannya.

Ia pun menjawab dengan nada guyonan, "Yo enggak, iki lo aq heran ambek pilkada gak langsung..hehe", tertawa kecil sambil menepuk pundakku.

Seketika mas Fonda yang ada di sebelahku mencubit pinggangku. Ia pun berdiri dan duduk di sebelah kanan mas Dino sambil berkata, "Lapo sih ngomongno pilkada, takon kabar ngono lo, teko ndi ae.. Lapo bahas pilkada".

Aku berasumsi klo mas Fonda ingin memulai pembicaraan sederhana dulu dengan mas Dino. "Iyo rek, lapo sih ngomong serius, jo serius2 lah mas.. Hahaha".

Pesananku telah jadi. Tapi, yang aku liat bukan kopi yang diberikan padaku, tapi, sebuah wedang jahe. "Lo mak, aq pesen kopi kok".

"Lha iku kan kopi tik..", kata mas Dino. Setelah aku lirik lagi gelasnya, isinya sudah berubah menjadi kopi hitam. Aku sedikit terheran, tapi aku gak ambil pusing.

Mas Dino akhirnya berdiri dan menghampiri mas Yuska. Mereka saling memukul kepala layaknya sahabat lama yang telah lama tidak berjumpa. Tapi, kami di kagetkan oleh seekor kuda penarik dokar (dilihat dari tali kekang yang masih menempel) yang lepas. Kuda itu berlari dari bunderan mastrip melewati warung emak dengan kecepatan tinggi. Itu adalah kejadian langka, dan bahkan baru pertama kuliat semenjak aku di Jember. Tapi kami seperti melihat sesuatu yang lumrah dan terjadi setiap hari. Heran..!!!

Aku pun berdiri menghampiri mas Adit sambil membawa gelas kopiku.

Belum sempat aku memulai obrolan dengan mas Adit, aku dibangunkan suara alarm dari Hp ku. Lama aku terdiam, mengingat ingat kembali alur cerita dalam mimpiku. Yang membuatku heran, ada mas Dino dalam mimpiku. Setelah menenangkan diri sejenak, aku mengambil Hp, aku catat alur singkat dari mimpiku, seandainya besok pagi aku mulai lupa dengan detail mimpiku.

Apapun maksud dari mimpiku ini, mudah2an mas Dino saat ini berada di sisi Sang Maha Pencipta sambil tersenyum ke arah kita semua yang mengenal beliau. Aku pun menulis ini di Blog pribadiku, dan di Blog Lisma (karena beliau adalah salah satu pendiri), agar suatu hari nanti, saat ingatanku mulai pudar, aku tetap bisa mengingat sosok mas Dino. Dan aku ingin mengingat mas Dino sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.

Mudah2an, nama beliau tetap abadi bersama kenanganku dan kenangan kita semua yang pernah mengenal beliau.
Powered by Telkomsel BlackBerry®