Pages

Wednesday, June 3, 2020

Kita dan Mereka


”Kenapa “kita” diperlakukan seperti ini” 
”Kenapa “mereka” mencari panggung saat keadaan seperti ini” 
“Kenapa “mereka” tidak berusaha mengatasi permasalahan ini malah sibuk menyelamatkan diri”
“Kenapa “kita” dijadikan tumbal atas keadaan ini”

Segudang kata kenapa sudah sering kali aku dengar bulan ini. Semakin sering aku dengar, semakin aku berpikir tentang “mereka” yang mengucapkan kata kenapa. Memangnya dengan seringnya “kita” mengumpat dan mengeluh tentang “mereka” masalah akan selesai, “kita” akan terselamatkan. Seandainya itu bisa terjadi aku akan dengan senang hati ikut serta mencurahkan segala macam umpatan dan keluhan.

Tapi nyatanya itu tidak terjadi, hal baik tidak kunjung datang dengan mengumpat dan mengeluh, “mereka” tetap saja bermain-main, dan “kita” semua (walaupun dengan mengumpat dan mengeluh) tetap mengikuti permainan “mereka”. Pernahkah “kita” berpikir kenapa “mereka” seperti itu dan kenapa “kita” seperti ini.

“kita” yang menunjuk “mereka” duduk disana. Sebagian dari “kita” pula ikut serta turun ke jalan mengedukasi masyarakat bahwa betapa baiknya “mereka”, betapa tulusnya “mereka”, dan hal baik lainnya, layaknya “mereka” adalah sosok sempurnya bagi “kita”. Padahal kebaikan “mereka” hanya hadir pada saat tertentu saja, bahkan bisa diprediksi hari dimana “mereka” akan menjadi baik.

Sebagian dari “kita” memanfaatkan hal ini. Memanfaatkan saat tertentu itu untuk meraih keuntungan, baik bagi dirinya sendiri, maupun untuk lingkungan se”kita”rnya. Pada saat tertentu itu mendadak ada program membangun balai desa, pertandingan olahraga antar desa, dan acara2 lainnya yang membutuhkan biaya besar. Dan tentu saja “kita” meminta “mereka” menjadi sponsornya. Tentu bukan tanpa pamrih. “mereka” akan menuntut “kita” untuk memberikan suara.

Setelah “mereka” duduk disana, “kita” sibuk mengumpat dan mengeluh terhadap kelakuan “mereka” yang tidak masuk akal.

Pola seperti ini terus saja berlansung layaknya lingkaran setan. Tidak ada yang berniat memutus lingkaran tersebut. Apakah dengan balai desa berdiri megah, acara olahraga terlaksana dengan sukses, maka hidup “kita” untuk 5 tahun kedepan akan lebih baik? Sampai saat ini belum ada perubahan. Biaya hidup masih mahal, sekolah masih mahal, lapangan pekerjaan masih sulit.
“Kita” yang memilih “mereka”, “kita” pula yang mengumpat “mereka”.


Negara yang lucu, kayak lagunya “eñau”.

0 comments:

Post a Comment